Sariagri - Bangkit Kusuma Jati (24), pria asal Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ini sudah menggeluti usaha pertanian hidroponik sejak 2019. Kala itu, ia mengembangkan hidroponik dengan peralatan sederhana. Kini usahanya yang semakin berkembang, bahkan mampu meraup omzet hingga belasan juta rupiah dalam sebulan dari hasil pertaniannya.
Awalnya, Bangkit mengenal hidroponik saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah Brebes. Pria lulusan Hubungan Internasional, Universitas Jenderal Soedirman itu mencoba untuk mengembangkan pertanian tersebut, karena jenis pertanian satu ini tidak mengenal musim.
"Kebetulan selama 2 bulan KKN, saya melihat di wilayah sana ketika musim hujan itupara petani ada yang gagal dan panen. Dari situ kita coba program hidroponik, yang mana tidak mengenal musim karena menggunakan sistem yang bisa kita atur, dari nutrisi hingga tempatnya. Saya coba praktikkan disana, alhamdulillah ada beberapa warga yang mendukung program ini," ujar Bangkit kepada Sariagri.
Setelah KKN, Bangkit mencoba mengembangkan produksi sayuran hidroponik di rumah. Ia awalnya menggunakan peralatan sederhana, seperti styrfoam untuk menanam sayurannya.
"Saya lihat di sekeliling rumah ada toko buah, di sana ada beberapa styrofoam yang dibuang tanpa dimanfaatkan. Akhirnya kita olah sytrfoam kurang lebih 10 boks kita bikin hidroponik 100 lubang tanam. Setelah itu saya coba tanam jenis selada dan kangkung," ucapnya.
Bangkit mengatakan ternyata usaha sayurannya memiliki potensi untuk dikembangkan, hal ini terlihat dari semakin banyaknya peminat. Hingga akhirnya di 2020, ia mulai menambah kapasitas kebunnya menjadi 1.000 lubang tanam.
"Pertama kita coba itu 1.000 lubang di 2020. Kita mulai banyak pelanggan dari rumah makan, supermarket, ataupun hotel. Kita kembangkan lagi alhamdulillah sekarang mencapai 8 ribu sampai 10 ribu lubang tanam," ujarnya.
Menanam Berbagai Jenis Sayuran Hidroponik
Bangkit mengungkapkan ada berbagai jenis sayuran yang ditanam di kebunnya, mulai dari selada, pakcoy, sawi pagoda, kale, kangkung dan sawi-sawian. Untuk metodenya, ia menggunakan sistem NFT (Nutrient FIlm Technique).
"Saya saat ini pakai NFT, sebab didaerah saya jarang mati listrik. Tadinya mau pakai DFT, tapi ketika disini suhu panas banget, air di instalasi jadi panas, sehingga dari sayur itu sendiri ikut terpengaruh cepat layu," terangnya,
Bangkit mengatakan dalam sehari bisa meraih hasil panen sekitar Rp50 kg sampai Rp60 kg sayuran. Sementara selada sendiri per hari rata-rata bisa mencapai Rp25 kg. Sementara omzet, ia mengaku bisa meraup hingga belasan juta rupiah per bulannya.
"Alhamdulillah kita sudah masuk (penjualan) ke ranah mal, supermarket, hotel, rumah makan atau reseller yang kita punya. Kalau omzet tidak selalu stabil karena kita produksinya sayur, ada naik turun. Pasarannya sih sekitar Rp10 juta sampai Rp15 juta" pungkasnya.
http://dlvr.it/SMPSPq
http://dlvr.it/SMPSPq